fajri-job |
SEJUMLAH pencinta angklung memainkan musik plus tarian dalam pembukaan Angklung Vaganza di Plaza Balai Kota, Jln. Wastukancana, Bandung, Sabtu (13/10). |
RATUSAN seniman angklung dari berbagai sanggar maupun
sekolah yang ada di Jabar dan Yogyakarta, memenuhi area Balai Kota
Bandung, Sabtu (13/10). Mereka merupakan peserta Angklung Vaganza
Antikorupsi, sebuah pergelaran musik angklung sambil kampanye gerakan
antikorupsi yang digelar Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif,
bekerja sama dengan Pemkot Bandung dan Masyarakat Musik Angklung (MMA).
Bukan hanya itu, ribuan angklung pun disebar panitia untuk dimainkan
para peserta di dua panggung yang berbeda. Sementara di salah satu sudut
arena, berdiri tegak enam buah angklung melodi besar, berukuran tinggi
sekitar 3,5 meter yang terbuat dari awi gombong. Tentunya angklung
raksasa ini menjadi sasaran “tembak” kamera pengunjung yang memadati
area lokasi acara.
Dari sekian banyak grup, sanggar, maupun sekolah yang hadir dalam Angklung Vaganza Antikorupsi tersebut, para siswa Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) 24 Bandung terlihat yang paling serius. Pasalnya, mereka mendapat kehormatan untuk membawakan lagu “Jujur Bisa Jujur Karena Angklung” oleh gurunya, Hardianto. Lagu tersebut hasil karya cipta lagu angklung antikorupsi untuk melawan koruptor dan menjadi juara.
“Jelas kami merasa bangga mendapat kepercayaan membawakan lagu antikorupsi dan menjadi juara satu,” ujar Erda Octadayani siswi kelas 12 IPA 2, satu dari 35 siswa SMAN 24 Bandung saat ditemui di Plaza Balai Kota Bandung, kemarin.
Lagu yang berisi tentang imbauan jangan korupsi kepada masyarakat, menurut Erda sangat sulit, karena waktu yang diberikan untuk latihan sangat sempit, yakni sekitar dua minggu. Selain itu, nadanya cukup banyak, dan satu sama lain saling mengisi, sehingga menyulitkan mereka untuk berlatih. “Namun dengan ketekunan dan kesabaran, kami bisa memainkan lagu tersebut,” katanya.
Berbagai lini
Ketua Umum Masyarakat Musik Angklung, Obby A.R. Wiramihardja selaku penyelanggara kegiatan menyebutkan, kegiatan tersebut merupakan program Direktorat Jenderal Ekonomi Kreatif Berbasis Seni dan Budaya Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif RI. Menurut Obby, upaya untuk mengampanyekan antikorupsi harus dilakukan di berbagai bidang. Karena, wabah korupsi diakuinya sudah menjalar ke berbagai lini kehidupan.
“Kampanye antikorupsi melalui musik angklung bagi saya sah-sah saja. Karena memainkan musik angklung banyak mengandung nilai filosofinya. Antara lain mengajarkan kedisiplinan, kekompakan dalam kebaikan, dan mengajarkan kejujuran,” ujar Obby saat ditemui wartawan seusai menjadi pembicara pada talkshow tentang angklung pada even tersebut.
Dia menyebutkan, sebaiknya para seniman angklung belajar musik pada angklung. Karena dari angklung ini banyak nilai dan makna yang bisa digali dan dipelajari. Satu alat musik angklung hanya memiliki satu nada, tidak lebih. Apabila satu musik angklung dimainkan lebih dari satu kali atau kurang, maka si pemainnya telah berlaku “korupsi”.
“Inilah yang ingin disampaikan kepada masyarakat tentang korupsi melalui alat musik angklung,” ujarnya.
Mengurangi kualitas
Selain itu, Obby pun menyoroti perajin angklung saat ini, setelah angklung diakui UNESCO sebagai warisan budaya tak benda. Banyak perajin yang mengurangi kualitas dari musik angklung yang dihasilkan, kemudian disebar atau dijual ke berbagai sanggar maupun sekolah.
“Saya menyebutnya, itu mah suluh (kayu bakar, red), bukan angklung. Semua itu merupakan bagian dari korupsi,” tandasnya.
Karena itu, Obby mengimbau kepada para perajin alat musik angklung untuk meningkatkan kualitas angklung yang dibuatnya. “Jangan sampai alat musik angklung yang dibuat menjadi bumerang dan masalah bagi kita dan para pemain angklung lainnya,” ujar Obby.
Langkah nyata
Dirjen Ekonomi Kreatif Berbasis Seni dan Budaya Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif RI, Ukus Kuswara mengatakan, even tersebut digelar sebagai langkah nyata dari Inpres No. 17/2011 tentang Pencegahan Korupsi, dengan harapan bisa memberikan semangat pembentukan karakter dan jati diri bangsa yang mampu menjaga harga dirinya dan menjaga kebersamaan dalam kebaikan sehingga akan membawa masyarakat pada kesejahteraan.
“Kami berharap melalui Angklung Vaganza ini bisa membangun sikap mental yang antikorupsi. Karena angklung juga membawa semangat kejujuran. Selain itu, even ini pun akan mendorong pengembangan ekonomi kreatif,” kata Ukus kepada wartawan seusai memberikan sambutan.
Dari sekian banyak grup, sanggar, maupun sekolah yang hadir dalam Angklung Vaganza Antikorupsi tersebut, para siswa Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) 24 Bandung terlihat yang paling serius. Pasalnya, mereka mendapat kehormatan untuk membawakan lagu “Jujur Bisa Jujur Karena Angklung” oleh gurunya, Hardianto. Lagu tersebut hasil karya cipta lagu angklung antikorupsi untuk melawan koruptor dan menjadi juara.
“Jelas kami merasa bangga mendapat kepercayaan membawakan lagu antikorupsi dan menjadi juara satu,” ujar Erda Octadayani siswi kelas 12 IPA 2, satu dari 35 siswa SMAN 24 Bandung saat ditemui di Plaza Balai Kota Bandung, kemarin.
Lagu yang berisi tentang imbauan jangan korupsi kepada masyarakat, menurut Erda sangat sulit, karena waktu yang diberikan untuk latihan sangat sempit, yakni sekitar dua minggu. Selain itu, nadanya cukup banyak, dan satu sama lain saling mengisi, sehingga menyulitkan mereka untuk berlatih. “Namun dengan ketekunan dan kesabaran, kami bisa memainkan lagu tersebut,” katanya.
Berbagai lini
Ketua Umum Masyarakat Musik Angklung, Obby A.R. Wiramihardja selaku penyelanggara kegiatan menyebutkan, kegiatan tersebut merupakan program Direktorat Jenderal Ekonomi Kreatif Berbasis Seni dan Budaya Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif RI. Menurut Obby, upaya untuk mengampanyekan antikorupsi harus dilakukan di berbagai bidang. Karena, wabah korupsi diakuinya sudah menjalar ke berbagai lini kehidupan.
“Kampanye antikorupsi melalui musik angklung bagi saya sah-sah saja. Karena memainkan musik angklung banyak mengandung nilai filosofinya. Antara lain mengajarkan kedisiplinan, kekompakan dalam kebaikan, dan mengajarkan kejujuran,” ujar Obby saat ditemui wartawan seusai menjadi pembicara pada talkshow tentang angklung pada even tersebut.
Dia menyebutkan, sebaiknya para seniman angklung belajar musik pada angklung. Karena dari angklung ini banyak nilai dan makna yang bisa digali dan dipelajari. Satu alat musik angklung hanya memiliki satu nada, tidak lebih. Apabila satu musik angklung dimainkan lebih dari satu kali atau kurang, maka si pemainnya telah berlaku “korupsi”.
“Inilah yang ingin disampaikan kepada masyarakat tentang korupsi melalui alat musik angklung,” ujarnya.
Mengurangi kualitas
Selain itu, Obby pun menyoroti perajin angklung saat ini, setelah angklung diakui UNESCO sebagai warisan budaya tak benda. Banyak perajin yang mengurangi kualitas dari musik angklung yang dihasilkan, kemudian disebar atau dijual ke berbagai sanggar maupun sekolah.
“Saya menyebutnya, itu mah suluh (kayu bakar, red), bukan angklung. Semua itu merupakan bagian dari korupsi,” tandasnya.
Karena itu, Obby mengimbau kepada para perajin alat musik angklung untuk meningkatkan kualitas angklung yang dibuatnya. “Jangan sampai alat musik angklung yang dibuat menjadi bumerang dan masalah bagi kita dan para pemain angklung lainnya,” ujar Obby.
Langkah nyata
Dirjen Ekonomi Kreatif Berbasis Seni dan Budaya Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif RI, Ukus Kuswara mengatakan, even tersebut digelar sebagai langkah nyata dari Inpres No. 17/2011 tentang Pencegahan Korupsi, dengan harapan bisa memberikan semangat pembentukan karakter dan jati diri bangsa yang mampu menjaga harga dirinya dan menjaga kebersamaan dalam kebaikan sehingga akan membawa masyarakat pada kesejahteraan.
“Kami berharap melalui Angklung Vaganza ini bisa membangun sikap mental yang antikorupsi. Karena angklung juga membawa semangat kejujuran. Selain itu, even ini pun akan mendorong pengembangan ekonomi kreatif,” kata Ukus kepada wartawan seusai memberikan sambutan.
(kiki kurnia/”GM”)**
http://www.klik-galamedia.com/wabah-korupsi-menjalar-ke-berbagai-lin
No comments:
Post a Comment