Sejak 16
November 2010 angklung di Indonesia telah dikukuhkan ke dalam daftar kekayaan warisan dunia (representative
list of the intangible cultural heritage of humanity) oleh intergovermental commite for safeguarding
oh teh intangible cultural heritage lembaga yang berada dibawah naungan United Nartions Educational, Scientific and
Cultural Organization (UNESCO).
Angklung
merupakan pengakuan ke 4 terhadap
kekayaan intelektulal bangsa Indonesia Indonesia
setelah pada tahun sebelumnya wayang, Batik dan keris. Hal ini tentunya menjadi
prestasi tersendiri. Karena untuk memperoleh pengakuan tersebut suatu benda
atau pun potensi budaya lainnya harus memenuhi syarat-syarat yang ditentukan
oleh UNESCO.
Berikut
merupakan daftar kekayaan budaya Indonesia sampai tahun 2013 yang telah
memperoleh pengakuan dari UNESCO (http://www.rodajaman.net/2013/02/warisan-budaya-indonesia-yang-mendapat.html) :
Warisan
Budaya Dunia (World Cultural Heritage):
- Kompleks Candi Borobudur (1991);
- Kompleks Candi Prambanan (1991);
- Situs Manusia Purba Sangiran (1996);
- Lanskap Budaya Bali
(Subak) (2012).
Warisan Alam
Dunia (World Natural Heritage):
- Taman Nasional Ujung Kulon di Banten (1991);
- Taman Nasional Komodo di NTT (1991);
- Taman Nasional Lorentz di Papua (1999);
- Hutan Hujan Tropis Sumatera (2004).
Warisan
Budaya Tak Benda (Intangible Cultural Heritage):
Intangible Cultural Heritage
of Humanity
- Wayang (2003);
- Keris (2005);
- Batik (2009);
- Angklung (2010).
Intangible Cultural Heritage
in Need of Urgent Safeguarding
- Tari Saman (2011);
- Noken (2012).
Dari sekian
banyaknya kekayaan budaya Indonesia ternyata baru 14 jenis yang diakui oleh
UNESCO. 14 jenis dalam kurun waktu hampir 22 tahun merupakan fakta yang tidak
bisa kita hindari bahwa untuk memperoleh pengakuan tersebut merupakan
perjalanan yang panjang dan tentunya membutuhkan perjuangan, baik itu
perjuangan pemerintah maupun masyarakat sebagai pemiliki budaya tersebut.
Salah satu
asumsi yang dijadikan dasar ditetapkannya angklung diakui oleh UNESCO menjadi
warisan dunia adalah bahwa Indonesia mampu untuk : 1) mengupayakan pewarisan,
serta 2) mampu meningkatkanan manfaat keberadaan angklung tersebut bagi
masyarkat. Hal tersebut diungkapkan oleh Arief
Rachman, Ketua Harian Komisi Nasional Indonesia untuk UNESCO pada saat penyerahan piagam pengakuan angklung kepada
Mentri Pendidikan dan Kebudayaan Moch. Nuh pada tanggal 1 Januari 2011.
Pengakuan UNESCO
tersebut tidak bersifat permanen, dalam kurun waktu 4 tahun sejak angklung atau
pun yang lainnya ditetapkan untuk masuk ke dala daftar kekayaan warisan dunia (representative
list of the intangible cultural heritage of humanity) maka akan
dilakukan proses evaluasi untuk melihat sejauhmana negara yang bersangkutan
melakukan upaya-upaya pewarisan dan peningkatan fungsinya dimasyarakat.
”Dalam waktu
empat tahun setelah pengakuan, UNESCO akan melihat keseriusan kita melestarikan
kebudayaan warisan dunia benda dan tak benda yang ada di Tanah Air. Jika tak
bisa melestarikan dan mengembangkannya, pengakuan itu bisa dicabut,” kata
mantan Duta Besar Indonesia untuk UNESCO Tresna Dermawan Kunaefi yang hadir
dalam acara pertemuan Komisi Nasional Indonesia untuk UNESCO dengan mitra
kerjanya dari sejumlah kementerian dan lembaga negara di Jakarta, Rabu (19/1). (http://nasional.kompas.com/read/2011/01/20/03573779)
Dengan demikian
maka upaya pewarisan dan peningkatan fungsi seperti yang disebutkan di atas
harus terus dilakukan.
No comments:
Post a Comment