Citizen6, Jakarta: Siapa yang tak kenal angklung? Alat musik khas Jawa Barat itu sudah mendunia. Bahkan, kini telah menjadi salah satu ikon negara Indonesia. Nah, angklung yang sudah kepalang famousitu rupanya memiliki "anak" yang tak kalah uniknya! Seperti apa anakan angklung itu?
mitos pada Nyi Sri Pohaci sebagai Dewi Padi, pemberi kehidupan.
Cara memainkan angklung sangat unik, hanya dengan menggoyang-goyangkannya saja, bunyi yang bergetar terdengar saling bersahutan. "Klung klung klung" begitulah bunyinya. Berbeda dengan angklung, calung lebih dinamis. Cara memainkan calung lebih mudah, yaitu dengan memukul batang (wilahan) dari ruas-ruas tabung bambu. Ruas-ruasnya sudah tersusun menurut titi laras (tangga nada) pentatonik (da-mi-na-ti-la).
Calung, yang merupakan prototipe dari angklung, memiliki unsur seni pertunjukkan. Alat musik ini dimainkan di dalam sebuah pertunjukkan tari dan musik yang biasanya dilakoni oleh kaum jajaka 4 atau 5 orang. Dengan menggunakan iket (ikat kepala khas Jawa Barat), pangsi dan kampret (busana khas Jawa Barat), mereka menari dan menyanyi sambil memainkan calung.
Ada dua bentuk calung Sunda, yaitu calung rantay dan calung jinjing. Pada calung rantay, bilah tabung dideretkan dari yang terbesar sampai yang terkecil. Jumlahnya 7 ruas atau lebih. Cara memainkannya adalah dipukul dengan dua tangan sambil duduk bersila. Adapun calung jinjing berbentuk deretan bambu bernada yang disatukan dengan sebilah kecil bambu. Calung ini terdiri dari empat atau lima buah tabung bambu. Cara memainkannya adalah dipukul dengan tangan kanan, sedangkan tangan kirinya menjinjing alat musik tersebut.
Calung jinjing merupakan calung yang paling berkembang dan dikenal masyarakat Sunda. Pengemasannya pun lebih menarik. Dalam menampilkan pertunjukkan seni calung jinjing, biasanya diikuti irama musik lainnya seperti kacapi, biola, keyboard, dan gitar. Biasanya, terdapat unsur komedi dalam pertunjukkan tersebut. Lakonnya pun menyanyi dan menari mengikuti irama. Hal inilah yang kemudian menyebabkan unsur vokal menjadi sangat dominan, sehingga melahirkan beberapa vokalis calung terkenal, seperti Adang Cengos dan Hendarso.
Anglung dan Calung Masa Kini
Meskipun calung terkenal di kalangan masyarakat Sunda, namun tetap saja namanya tak sebesar induknya. Ya, angklung memang telah mendunia. Namun, tahukah teman-teman bahwa angklung atau calung itu sudah tidak lagi nyunda?
Nyunda di sini maksudnya adalah lekat sekali dengan budaya Sunda yang diterapkan sedari zaman dulu kala. Kini, permainan angklung yang mendunia sekali pun mengenalkan angklung yang diatonis (do-re-mi-fa-sol-la), bukan yang pentatonis, tradisionalnya Sunda. Padahal, budaya yang seharusnya sudah mendarah daging itu masih melekat di hati dan pikiran generasi muda sekarang. Belakangan, alat musik tradisional sudah termakan arus waktu. Kini alat musik modern merajai hati masyarakat. Permainan angklung sudah berbeda, dan calung pun hilang tenggelam.
“Ayeuna mah rasa cinta musik tradisional anak muda teh kalah dari rasa cinta ka alat musik budaya barat. Itu, yang sekarang banyak di acara musik televisi," ujar Wigandi, budayawan Sunda dari Bandung.
Ia memaparkan kecanggihan tekknologi yang pesat menjadi salah satu penyebab tergerusnya budaya bangsa kita. Mengenai angklung dan calung pun, tak banyak anak muda masa kini yang mengenalnya. Bahkan, masyarakat Sundanya sendiri pun tak banyak.
Pertunjukkan musik tadisional pun sudah jarang ditemui. Khususnya di daerah Jawa Barat. Padahal pertunjukkan musikal seperti calung sangat menarik untuk disaksikan. Tentu saja, sangat berpengaruh untuk menambah nilai budaya bangsa kita.
Sebagai generasi penerus bangsa, alangkah baiknya kita lebih mengenal budaya kita sendiri. Angklung dan calung hanyalah salah satu contoh dari berbagai budaya lainnya di Indonesia. Alat musik tradisional ini layak sekali untuk kita lestarikan dan kenalkan di muka dunia. Tidak hanya majunya teknologi yang mempengaruhi kekayaan bangsa kita, namun budaya kita pun mampu menjadi aset negara. Rindukah teman-teman akan suara nyaring alat musik tradisional yang dimainkan anak-anak seperti dulu? Hal manis seperti itulah yang sayangnya kini sungguh langka ditemui. (mar)
Penulis
Hegar Purina
Jakarta, hegarpurxxx@gmail.com
Hegar Purina
Jakarta, hegarpurxxx@gmail.com
sumber : http://news.liputan6.com/read/793826/angklung-yang-tak-lagi-nyunda
No comments:
Post a Comment