“menjelang tahun 1956, Sanders
berhasil meyakinkan belasan restoran guna memasak dan menjual ayam goreng Kentucky;
dan memberinya US 4 sen sebagai royalty untuk setiap potong ayam goreng yang
terjual”
(Cuplikan dari kisah Harlan D Sanders, sumber : Berani Gagal, BIlli
P.S.Lim)
1938 atau sekitar 76 tahun yang
lalu semenjak Daeng Soetigna membuat angklung bertangganada diatonic kromatis
yang kemudian kita kenal dengan angklung Padaeng mungkin sudah jutaan angklung
dibuat dan disebarkan ke seluruh pelosok dunia. Angklung dimainkan bukan hanya
di Indonesia, tapi angklung kini juga dimainkan hampir merata keseluruh pelosok
dunia. Angklung secara di fakto relative sudah menjadi milik dunia karena
keberadaannya tersebut.
Angklung Padaeng bukan hanya di
buat di Bandung sekarang ini, keberadaan pengrajin angklung sudah menyebar
bukan hanya di Indonsia, mungkin saja diluar negeri keberadaan pengrajin
angklung sudah ada atau mulai ada. Hal ini juga tentunya berpengaruh pada
jumlah angklung yang diproduksi setiap tahunnya.
Kalau kita melihat kasus “Kentucky”
di atas timbul sebuah pertanyaan apakah Bapak Daeng Soetigna atau keluarganya
memperoleh royalty asa apa yang sudah di buatnya?
Barangkali Bapak Daeng Soetigna
sebagai seorang pendidik membuat kreasi angklung diatonis tersebut semata-mata
untuk memenuhi kepentingan pengembangan pembelajaran musik yang dikuasainya. Barangkali
Bapak Daeng Soetigna tidak berpikir tentang kata yang bernama royalty, kata
tersebut asing bahkan munkin tidak pernah diperdalamnya, karena bagi Beliau
upaya mencerdaskan anak didiknya menjadi tujuan utama.
Lalu hari ini royalty menjadi
sebuah hal yang sangat wajar dimana orang berlomba-lomba dan bahkan dianjurkan
untuk mendaftarkan hak patennya. Namun apakah setiap pengrajin yang membuat
angklung Padaeng membayar royalty kepada ahli waris Bapak Daeng Soetigna?. Bayangkan
jika dari satu angklung yang dibuat Bapak Daeng Soetigna memperoleh Rp. 100
rupiah dikalikan dengan angklung yang dibuat..hmm rasanya akan menghasilkan
angka yang luar biasa.
Saya berharap saya tidak tahu
kalau memang sudah ada royalty yang diberikan kepada Keluarga Bapak Daeng
Soetigna sebagai ahli warisnya. Tulisan ini saya buat karena keingin tahuan
saya apakah sampai saat ini alm Bapak Daeng Soetigna atau dalam hal ini ahli
warisnya menerima royalty atas apa yang telah dibuat oleh Alm. Bapak Daeng
Soetigna.
Saya mohon maaf Karena sudah
hampir 20 tahun saya berkecimpung di dunia angklung Padaeng belum mendengar
tentang permasalahan royalty tersebut. Jika ada kesalahan pada tulisan ini
sekali lagi saya mohon maaf dan mudah-mudahan ada pembaca yang bisa memberikan
pencerahan atau memberikan referensi perihal royalty tersebut. Terimakasih
berikut merupakan definisi yang sengaja saya kutif dari sumber aslinya.
Royalti adalah suatu jumlah yang
dibayarkan atau terutang dengan cara atau perhitungan apa pun, baik
dilakukan secara berkala maupun tidak, sebagai imbalan atas :
- Penggunaan atau hak menggunakan hak cipta di bidang kesusasteraan, kesenian atau karya ilmiah, paten, disain atau model, rencana, formula atau proses rahasia, merek dagang, atau bentuk hak kekayaan intelektual / industrial atau hak serupa lainnya;
- Penggunaan atau hak menggunakan peralatan / perlengkapan industrial, komersial atau ilmiah;
- Pemberian pengetahuan atau informasi di bidang ilmiah, teknikal, industrial atau komersial;
- Pemberian bantuan tambahan atau pelengkap sehubungan dengan penggunaan atau hak menggunakan hak-hak tersebut pada angka 1., penggunaan atau hak menggunakan peralatan/perlengkapan tersebut pada angka 2., atau pemberian pengetahuan atau informasi tersebut pada angka 3., berupa:
a) Penerimaan
atau hak menerima rekaman gambar atau rekaman suara atau keduanya, yang
disalurkan kepada masyarakat melalui satelit, kabel, serat optik, atau
teknologi yang serupa;
b) Penggunaan
atau hak menggunakan rekaman gambar atau rekaman suara atau keduanya,
untuk siaran televisi atau radio yang disiarkan/dipancarkan melalui
satelit, kabel, serat optik, atau teknologi yang serupa;
c) Penggunaan atau hak menggunakan sebagian atau seluruh spektrum radio komunikasi;
5. Penggunaan atau hak menggunakan film gambar hidup (motion picture films), film atau pita video untuk siaran televisi, atau pita suara untuk siaran radio;
6. Pelepasan
seluruhnya atau sebagian hak yang berkenaan dengan penggunaan atau
pemberian hak kekayaan intelektual/industrial atau hak-hak lainnya
sebagaimana tersebut di atas.
atas pembayaran royalti tersebut
dikenakan pajak penghasilan Pasal 23 dengan tarif 15 % dari jumlah
bruto yang dibayarkan (pelaksanaannya PPh dipotong oleh Wajib Pajak
pemberi penghasilan), dan apabila Wajib Pajak yang penerima penghasilan
royalti tidak memiliki NPWP, maka besar tarif pemotongan adalah lebih
tinggi 100 % daripada tarif semula (tarifnya jadi 30 % ).
Pembayaran royalti kepada Wajib Pajak
Luar Negeri selain kepada BUT dipotong/dikenakan pajak penghasilan (PPh
Pasal 26) sebesar 20 % dari jumlah bruto, atau sesuai dengan tarif dalam
tax treaty negara Indonesia dengan negara domisili Wajib Pajak Luar
Negeri yang bersangkutan.
Sumber : Penjelasan Pasal 4 Angka (1)
Huruf h dan Pasal 23 serta Pasal 26 Undang-Undang Nomor : 7 Tahun 1983
sttd Undang-Undang Nomor : 36 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan
sumber :http://dahusna.wordpress.com/2009/07/07/definisi-royalti/
No comments:
Post a Comment