“Seniman
pembuat Angklung Tua untuk ritual juga harus berproses seperti sudah ditentukan
oleh adatnya. Bambu calon angklung harus ditebang
di hutan bambu yang diapit dua sungai. Batang bambu itu dipilih yang tumbuh di
bagian tanah yang paling tinggi. Menebang bambu juga harus dari ruas yang
ketiga. Bambu kemudian harus dipotong tiga sama panjang. Bagian pucuk bambu
untuk dasar bawah angklung, bagian
tengah bambu untuk batang-batang angklung yang berbunyi, dan bagian batang bawah bambu justru untuk lengkungan atas alat angklung. Dari proses pembuatan ini
dapat dilihat adanya paradoks-paradoks.
Angklung yang dibuat dengan proses demikian itu sakral karena mengandung nilai-nilai paradoksal”. (Yakob Sumardjo)
Sumber :
https://docs.google.com/viewer?a=v&q=cache:gDe-lD9hL1cJ:docenti2.unior.it/doc_db/doc_obj_17835_17-05-2010_4bf0f8b782380.doc+&hl=en&gl=id&pid=bl&srcid=ADGEESif5JdRnRIFQWWsFJkJFDmdL31SoZmO1VDiRolMyXXO97Li5m1HL0iH7nRAey4UEEH82S12W9B5DK5KqCfATaEhqAS7J355T0L8NZP-800i5gnZka6j3KnJEkNnquFxN92HWyCC&sig=AHIEtbSJ2kuIqhpuxBrW7iOcm5EUQ-pflg
No comments:
Post a Comment