Fungsi
angklung Padaeng tidak jauh berbeda dengan angklung pendahulunya. Disamping
sebagai alat musik, angklung Padaeng pun dijadikan sebagai sarana atau media
untuk menyampaikan pesan moral. Baik itu dari kemasan pertunjukan maupun dari materi
lagu atau musik yang dimainkannya.
Angklung
Bungko, Angklung Badeng, bangklung merupakan contoh dimana angklung dijadikan
sebagai media dakwah bagi penyebaran agama Islam pada waktu lalu. Sementara
angklung badud merupakan sarana hiburan pada acara sunatan, sementara angklung
buncis, angklung kanekes dan angklung buncis
merupakan bentuk kesenian angklung yang dimainkan pada
ritual yang berhubungan dengan padi, pesan moral yang dikemas dalam bentuk
kesenian tentang bagaimana caranya agar kita memperlakukan padi sebagai makanan
pokok kita.
Bagaimana
dengan angklung Padaeng?
Sebagai
pendidik sekaligus seorang yang menyukai seni, Daeng Soetigna menemukan hal-hal
yang memudahkannya untuk memberikan pendidikan musik kepada anak didiknya.
Memainkan angklung tidak membutuhkan manipulasi jari atau gerakan-gerakan
tangan seperti pada alat musik lainnya yang membutuhkan latihan yang cukup
lama. Bahan dasar angklung yang dapat diperolehnya dengan mudah merupakan dua
sisi yang sangat membantunya dalam mentransformasikan pengetahuan dan
keterampilannya dalam memainkan musik.
Selain dua
hal di atas Daeng Soetigna juga merasa terbantu dengan angklung yang dibuatnya,
karena anak didiknya atau peserta yang mengikuti kegiatannya dalam waktu yang
bersamaan dapat bermain bersama. Memainkan melody lagu sekaligus juga menjadi
pengiringnya, membawakan komposisi lagu yang dibuat untuk maksud pengajarannya.
Bahkan dengan prinsip satu orang satu nada jumlah pesertanya menjadi tidak
terbatas tergantung kepada ketersediaan angklung yang dimilikinya.
Angklung
buhun atau tradisional yang terbatas hanya membawakan lagu-lagu tertentu diubah
oleh Daeng Soetigna dengan angklung yang dibuatnya. Angklung tidak hanya
terbatas membawakan lagu-lagu tradisi melainkan juga lagu-lagu dari berbagai
jenis irama dan usia, dari musik klasik sampai ke musik daerah, dari lagu
anak-anak sampai kepada lagu-lagu yang disukai oleh orang tua, semuanya dapat
dibawakan dengan baik oleh Daeng Soetigna melalui angklung yang dibuatnya.
Sehingga hal ini membuat banyak orang yang tertarik untuk mempelajarinya,
karena angklung Padaeng selain kemampuannya membawakan berbagai jenis lagu juga
kwalitasnya tidak kalah bahkan memiliki ke khasan dibandingkan dengan musik
orchestra sekalipun.
Hasil
telaahan dan prakteknya itu kemudian dirumuskan oleh Daeng Soetigna dalam 5
prinsip yang kemudian kita kenal dengan prinsip 5 M (Mudah, Murah, Mendidik,
Menarik dan Masal) yang menyangkut permainan alat musik ini. 5 M tidak disusun
berdasarkan tingkat manfaatnya, melainkan 5 M yang memiliki keterkaitan antara
M yang satu dengan M yang lainnya.
Prinsip 5 m dalam angklung Padaeng
Murah, angklung terbuat dari bamboo dan
rotan yang keberadaannya begitu banyak di Indonesia.
Mudah, setiap orang dapat memainkannya
karena cukup memegang kemudian menggoyangkan atau memukulnya.
Mendidik, karena prinsip satu orang satu
nada, secara tidak langsung yang memainkannya berlatih untuk selalu
bekerjasama, saling memahami dll.
Masal,dengan prinsip satu orang satu nada
otomatis angklung harus bersifat masal, dengan kata lain angklung dibuat
sebagai alat musik alat kelompok.
Menarik, angklung Padaeng karena bersifat 4 M lainnya (Murah, Mudah,
Mendidik, dan Masal) maka angklung padaeng merupakan alat musik yang menarik
untuk dipelajari.
Dari uraian
tersebut di atas kita bisa melihat bahwa angklung Padaeng merupakan
representasi dari fungsi angklung pendahulunya (angklung buhun/tradisi).
Kemampuan angklung Padaeng yang dapat membawakan berbagai jenis musik merupakan
kekuatan yang dapat digunakan, baik itu untuk menyampaikan pesan moral maupun
sebagai alat musik yang dapat digunakan sebagai alat musik hiburan. Kesemua
manfaat dari angklung buhun/tradisi dapat dimainkan oleh angklung Padaeng
bahkan dapat lebih mengembangkan kreativitas penggunannya.
No comments:
Post a Comment