Sejak angklung ditetapkan oleh UNESCO sebagai warisan tak benda yang berasal dari Indonesia, tiba-tiba angklung menjadi sangat familiar di kalangan masyarakat. Beberapa kegiatan menjadi tidak lengkap tampa menghadirkan angklung di dalamnya, bahkan tidak jarang menjadi alat untuk pencitraan yang mencengangkan efeknya. Beberaoa jingle iklan memunculkan angklung sebagai bagian yang mempesona untuk memoles prodaknya. Angklung seperti mengalami revolusi, perangkat robotic angklung bermunculan, software angklung menembus dunia telekomunikasi, sehingga beberapa produsen memasukan angklung dalam paket penjualannya. Produsen/pengrajin angklung kebanjiran pesanan. Revolusi yang membanggakan namun sekaligus mengundang kekhawatiran. Khusus buat perangkat lunak ini justru memancing budaya konsumerisme, sehingga rupiah kita lari ke luar dari pada ke dalam negerinya.
Penyebaran angklung sejak pertama kali diperkenalkan ke dunia Internasional pada pelaksanaan perjanjian linggar jati pada tahun 1948 hingga tahun 2012 ini bisa dikatakan sudah menyebar ke seluruh penjuru dunia, dari ujung benua Amerika, Argentina, Ujung Afrika di Afrika Selatan, Mesir dll Negara, diluar keberadaan angklung yang ada di KBRI yang ada di Negara-negara sahabat. Bunyi unik dari angklung yang sering menyerupai aliran air serta desiran angin bisa terdengar di luar wilayah Indonesia dimana angklung ini terlahir. Bagaimana di tempat lahirnya, sudahkah angklung menjadi sesuatu yang mengindonesia atau hanya tetap men-jawa barat?
Dalam beberapa diskusi yang diselenggarakan baik itu diskusi formal maupun informal, berbicara angklung selalu identik dengan Jawa Barat. Angklung selalu dihubungkan dengan semangat kedaerahan. Keberadaan SK No. 82 Tahun 1968 belum mampu mengangkat wacana pembicaraan angklung menjadi wacana yang bersifat Indonesia. Hal yang dialami angklung terjadi juga pada kesenian dan produk-produk budaya Indonesia lainnya, tari Rampai Aceh, Pendet, Keris, batik dll semuanya hampir selalu menyentuh wilayah kedaerahan, jarang sekali menjadi pembicaraan yang bersifat ke Indonesia-an sebagai satu kesatuan wilayah hukum. Kenyataan yang membuat seharusnya kita berpikir ulang tentang pembangunan semangat kebangsaan di tanah air tercinta Indonesia.
Dengan melihat perkembangannya angklung kini sudah jelas tidak hanya berada di tempat di mana pertama kali ia dibunyikan. Bukan hanya orang yang berkulit sawo matang, dan bermata agak sipit yang dapat memainkan angklung. Hari ini manusia dari berbagai bangsa, Negara, dan identitas lainnya kini sudah banyak yang dapat memainkan angklung walaupun mungkin saja tidak memahami latar belakang angklung dibuat seperti di tanah airnya. Lalu apakah di seluruh Indonesia angklung sudah dikenal?
Penyebaran angklung di Indonesia belum bisa dipastikan dengan angka dan data, karena sampai saat ini belum pernah terjadi festival atau perlombaan yang menyangkut alat musik ini di luar Pulau Jawa. Setiap festival selalu dilaksanakan di Pulau Jawa, Bandung, Jakarta dan lain tempat di Pulau Jawa. Hal ini sangat memprihatinkan jika kita menyimak perkembangan angklung di Negara tetangga kita karena beberapa waktu lalu dilaksanakan festival angklung empat Negara, Malaysia, Indonesia, Thailand dan Singapura. Jika Saja dapat dilaksanakan festival antar pulau atau antar provinsi barangkali pemetaan angklung di Indonesia akan lebih mudah untuk digambarkan.
Permasalahan angklung bukan hanya sekedar penyebaran alat, lebih dari itu permasalahan angklung meliputi urusan pertanian sampai kepada pertunjukan dan pelatihan. Bagaimana cara membuat, merawat serta memainkannya merupakan masalah yang tidak bisa dipisahkan dari keberadaan angklung itu sendiri. Kalau sekedar keberadaan angklung sebagai “contoh karya seni” rasanya akan menjadi sulit dalam rangka menuju upaya terhadap alat musik ini.
Angklung sudah mendunia, keberadaannya sudah bisa disejajarkan dengan alat musik lain yang sudah lebih dulu dikenal oleh masyarakat dunia. Tapi apakah angklung sudah dikenal di seluruh wilayah Indonesia?. Hal ini tentunya membutuhkan penanganan khusus agar angklung yang sudah melekat dengan Indonesia di dunia internasional dapat juga mengindonesia di tanah airnya. Dan yang lebih penting dari itu bahwa angklung harus bisa diterapkan sebagai alat untuk mendukung pembentukan mental dan karakter ke Indonesia, mengikis sifat egois menjunjung tinggi nilai kebersamaan. Bukan sebaliknya angklung menjadi alat arogansi orang perorang atau kelompok tertentu.
No comments:
Post a Comment