Hampir 18 Tahun ini saya berkecimpung di dunia musik angklung, tepatnya sejak tahun 1992 ketika saya berkuliah di IKIP Bandung yang sekarang berubah nama menjadi UPI Bandung. Tahun 1992 saya mulai bergabung dengan KABUMI atau Keluarga Besar Bumi Siliwangi atas dorongan senior saya di jurusan PKN IKIP Bandung yang kebetulan sudah lebih dulu dari saya bergabung dengan KABUMI IKIP Bandung. Kang Caca pada waktu itu dengan melihat kebiasaan kami di kantor HIMPUNAN MAHASISWA CIVICS HUKUM PKN FPIPS IKIP BANDUNG yang selalu memainkan gitar menyarankan saya untuk bergabung ke KABUMI karena pada waktu itu menurut Kang Caca KABUMI sedang membutuhkan Pemain Bass. Jadi kalau melihat latar belakang itu saya masuk ke KABUMI semata mata untuk jadi pemain bass bukan pemain angklung.
Lalu pada tahun 1992 itu saya mendaftarkan diri ke KABUMI, dan baru tahu kalau di KABUMI itu bukan hanya main bass sseperti yang saya pikirkan, melainkan di test pada saat itu berbagai keterampilan yang tentunya berkaitan dengan kesenian secara umum, dari bernyanyi, menari bahkan test kepribadian. Karena mungkin saat itu saya tidak berpikir panjang saya mengikuti kegiatan tersebut dengan semestinya. Perlu diketahui bahwa saya tidak tahu kalau KABUMI itu ternyata salah satu grup kesenian yang memiliki prestasi yang mengaggumkan, selain selalu mengisi malam resepsi penerimaan tamu Negara di istana Negara serta acara provinsi, Kota dan event event resmi maupun tidak juga hampir setiap tahun melakukan muhibah kesenian ke luar negeri. Hal tersebut baru saya ketahui setelah saya bergabung dengan grup KABUMI beberapa waktu kemudian.
Seperti yang sudah menjadi niat saya pada awalnya serta mungkin atas masukan Kang Caca pada saat itu, saya menjadi pemain bass untuk angkatan saya, kebetulan KABUMI pada saat itu sudah memasuki tahun ke tujuh sejak didirikan, maka angkatan saya pun kemudian di sebut sebagai KABUMI angkatan 7. Saya masih ingat pada saat itu karena saya memang niat awal untuk menjadi pemain di alat music bass, maka saya tidak mengikuti kesenian lainnya yang memang ada di KABUMI. Artinya bagi saya masuk KABUMI adalah menjadi Pemain Bass.
Saya masih ingat lagu pertama yang diajarkan adalah lagu LA PALOMA, Besame MUCHO, serta ES Lilin, yang dipersiapkan untuk pengukuhan angkatan saya. Pada saat itu Kang Iis Haris Sungkawa, dan Kang Aan Handoyo yang lebih sering melatih kami disamping sekali-sekali beberapa senior yang lain pun sering memimpin kami berlatih. Dan Kang Dian H Utami yang menjadi lurah serta Kang M. Sani Winandar yang menangani organisasi, sementara senior lain seperti Kang Sule Nur Harismana, Kang Dadang Sunjaya, Kang Caca, Kang Girang Rajati, Kang Wawan dan lain lain ntah apa jabatan mereka yang jelas mereka begitu mengayomi kami sebagai anggota muda.
BERMAIN RESMI PERTAMA KALI UNTUK KABUMI
Saya masih ingat pada tahun itu KABUMI seperti biasa mengisi acara pada acara RAMADHAN yang diselenggarakan mengisi acara kampus. Maka untuk menambah pengalaman saya Mas Adri Balistra Siaga sebagai pemain Bass utama KABUMI memberi kesempatan kepada saya untuk mulai bergabung dengan team senior. Sungguh pengalaman luar biasa pada saat itu, sebuah kehormatan bisa bergabung dengan para senior yang permainan angklungnya sudah begitu bagus.
BERKENALAN DENGAN ISTANA NEGARA
Seseuai dengan agenda regenerasi KABUMI pada saat itu, maka beberapa junior mulai diperkenalkan dengan istana Negara. Artinya saya pada saat itu jika ada undangan dari Istana Negara atas beberapa pertimbangan para senior, maka junior-junior yang dianggap memiliki potensi diikutsertakan ke istana Negara. Oh ya selain bermain bass saya juga dulu ketika di awal saya diberi kepercayaan untuk memegang angklung oleh pelatih, saya masih ingat angklung pegangan pertama saya adalah angklung bernada Cis, 8 dan 19. Jadi ketika saya mulai diikutsertakan ke Istana maka tentunya saya tidak memegang bass tetapi saya memegang angklung. Lalu mulai saat itu saya mulai terbiasa dengan Kang Ahmad Salman (Awang) yang merupakan putra dari Bpk. M. Numan Soemantri selaku pendiri KABUMI IKIP Bandung.
BERMAIN BASS PERTAMA KALI DI ISTANA.
Kalau tidak salah pada saat itu tahun 1993 Mas Adri selaku pemain Bass KABUMI mulai sibuk dengan pekerjaannya. Dan berbarengan dengan itu datanglah undangan dari Istana Negara untuk mengisi malam resepsi kenegaraan. Saya tidak tahu, tapi saya yakin mungkin saat itu para senior agak kelimpungan karena tiba-tiba Mas Adri menyatakan diri untuk tidak ikut serta mengikuti kegiatan undangan tamu Negara tersebut. Yang tersisa pada saat itu kalau tidak salah ada dua pemain bass yang pertama Budi Hartiana dan saya sendiri. Lalu atas kesepakatan para senior maka saya dipercaya untuk memainkan bass untuk acara istana saat itu. Sungguh merupakan sebuah kehormatan namun juga tentunya suatu tanggung jawab yang pada saat itu jujur saja saya bermodalkan tekad yang lebih cenderung nekad.
Pada saat itu setiap ke Istana Negara disamping lagu-lagu hiburan seperti Kr. Pasar Gambir, Es Lilin, Kopi Dandut ada lagu klasik wajib yang biasa dimainkan, kalau tidak under schonen blu donaw, maka biasanya dimainkan donaw wellen. Para senior pada saat itu sepakat dengan melihat jam terbang saya selaku pemain bass serta kemampuan saya yang pada waktu itu belum lama memegan bass maka lagu klasik yang dipersiapkan adalah lagu donaw wellen.
Singkat cerita tibalah kami di Jakarta, di Pemondokan Haji Cempaka Putih, disana sudah menunggu Bapak Obby A.R. Wiramihardja yang biasa memimpin kami atau menjadi conductor dalam setiap pagelaran di istana. Lalu terjadilah perbincangan antara official, senior dan Pak Obby mengenai kondisi pada saat itu, lalu kemudian kami berlatih seperti biasanya jika kami berada di PHI.
Dalam sessi latihan saat itu saya betul-betul dibuat mandi keringat, disamping karena cuaca Jakarta yang memang lebih panas dari Jakarta tetapi yang membuat saya berkeringat adalah bayangan bagaimana saya main di Istana, hmmm sungguh membuat saya deg degan yang tiada terkira. Tapi Alhamdulillah pada waktu itu Pak Obby mampu menimbulkan kepercayaan diri saya untuk siap, atau setidaknya dibuat siap untuk melaksanakan gladi bersih malamnya di Istana.
Malam harinya seperti biasanya kami mengadakan gladi bersih di Istana Negara. Setelah kesenian lainnya maka KABUMI IKIP Bandung mendapatkan giliran untuk melakukan latihan. Lagu demi lagu kami bawakan dengan lancer tampa mengalami kendala yang berarti, hingga sampailah pada lagu klasik yang sudah dipersiapkan. Kemudian kami selesai kami beres-beres untuk segera meninggalkan Istana kembali ke pemondokan. Namun alangkah terkejutnya saya ketika tiba-tiba Pak Obby menghampiri dan memberikan informasi yang sangat mencengangkan “pak Sampoerno Kepala Rumah Tangga Istana, meminta KABUMI membawakan lagu klasik under schonen blue donaw bukan donaw wellen yang sudah dipersiapkan. Kalimat-kalimat yang membuat cuaca Jakarta yang sudah panas menjadi lebih panas, karena jujur saja saya belum hapal lagu tersebut. Namun kembali Pak Obby memberikan semangat kepada saya dengan mengatakan “ euweuh nu teu bisa”, kalimat singkat yang membuat saya kembali bersemangat walaupun lebih banyak khawatirnya daripada semangatnya.
Pulang ke pemondokan atas bantuan Kang Sule Nur Harismana, Kang Setiawan, serta Kang Moh. Yahya Salam pada malam itu saya berlatih, berusaha mengingat semampunya, berusaha mencurahkan kemampuan yang saya miliki untuk dapat memainkan lagu tersebut.
Alhamdulillah sessi latihan pagi saya mengingatnya 80% lalu kemudian menjelang latihan di ruang museum istana Negara dimana biasa kita menunggu Pak Obby melatih kami hingga Alhamdulillah tingkat hapalan saya menjadi 100%, dan tentunya pas berpagelaran pun semua lagu dapat saya bawakan dengan baik. Kebaikan yang terlahir atas rasa kebersamaan anggota KABUMI beserta official yang menyertainya.
MULAI MENGIKUTI MUHIBAH KESENIAN KE LUAR NEGERI
Tahun 1994 KABUMI Mendapatkan undangan untuk berpartisipasi dalam Festival Folklore di Eropa, dan atas izin Alloh saya menjadi salah seorang anggota KABUMI yang terdaftar sebagai anggota Team yang akan berangkat ke EROPA tersebut. Hal itu kembali menjadi sebuah kebanggan tersendiri karena bagi saya bermain di Istana saja sudah merupakan puncak kebahagiaan. Pergi ke luar negeri bagi saya tidak pernah menjadi agenda hidup saya, bahkan bermimpi pun belum pernah pergi ke luar negeri, namun begitulah kehendak Alloh, apapun bisa terjadi bahkan sesuatu yang mungkin sebenarnya tidak mungkin bagi seorang manusia, pergi keluar negeri naik bamboo istilahnya pada saat itu.
Sebagai anak dari seorang Pensiunan Pembantu Letnan Dua tentunya saya adalah anak yang tidak bisa memiliki alokasi dana untuk sesuatu yang tidak menjadi perencanaan hidup, jadi ketika setiap anggota diharuskan mengeluarkan uang untuk apa keperluan pemberangkatan yang jumlahnya saya sudah lupa lagi, saya jujur mengatakan bahwa saya tidak sanggup memenuhi kewajiban tersebut. Menyadari kemampuan saya yang memang segitu adanya pengurus KABUMI pun akhirnya tetap memberangkatkan saya sebagai bagian dari team untuk muhibah kesenian ke EROPA. Pada tahun 1994 KABUMI mengunjungi Negara-negara Eropa yang terdiri dari Belanda, Belgia, Perancis, dan Spanyol.
Setelah tahun 1994 saya tetap mengikuti muhibah kesenian KABUMI sampai tahun 1997 dan terakhir pada saat itu ke Negara JEPANG.
KENANGAN YANG TAK TERLUPAKAN BERSAMA PAK NU’MAN SUMANTRI
Tahun 1994 ketika saya pertama kali pergi ke luar negeri, kami rombongan KABUMI sebenarnya menggagendakan atau setidaknya yang saya tahu hanya merencanakan pergi ke tiga Negara, Belanda, Belgia dan Perancis. Namun panitia CIOP (organisasi folkolore festival) menginginkan kami main di Spanyol. Maka walaupun sesuai dengan rencana kami untuk singgah di Faris dari perjalanan kami dari Belgia ke Confolonce, maka di faris kami memiliki acara tambahan yaitu mengurus visa untuk pergi ke Spanyol.
Dari rute perjalanan yang kami lakukan maka tibalah kami di Faris dini hari dimana cuaca memang masih gelap saat itu. Sebagian ada yang menunggu di bis dan sebagian ada yang menunggu di luar sambil berusaha tidur karena memang perjalan yang panjang dari Belgia ke Faris.
Saya dengan Pak Nu’man termasuk kelompok yang tiduran di pinggir jalan karena memang tidak memungkinkan untuk diam di dalam biss. Ntah karena cape ataupun karena cuaca yang mendukung akhirnya secara tidak sadar kami tertidur sampai betapa kagetnya kami karena yang kami terbangunkan oleh suara anjing yang begitu kerasnya sehingga kami terperanjat.
Sungguh sebuah pengalaman yang amat mengesankan bisa bersama seorang guru besar IKIP Bandung, Pendiri KABUMI tidur di emper dan dibangunkan oleh salakan anjing.
MENJADI CONDUCTOR PERTAMA KALI
Tahun 1995 KABUMI kembali mendapatkan undangan untuk menjadi peserta festival folklore di Eropa.
No comments:
Post a Comment