Secara historis tujuan berkesenian di Indonesia selalu berkaitan dengan nilai manfaat yang dibawa oleh kesenian tersebut. Walau pada awalnya kesenian tersebut tidak dibuat untuk itu namun pada perkembangannya kesenian tersebut menjadi media untuk mencapaikan nilai-nilai atau pesan-pesan yang dikehendakinya.
Contoh penggunaan kesenian di dalam syiar Islam merupakan contoh yang nyata. Penggunaan wayang sebagai media dakwah dianggap efektif untuk menengahi perbedaan yang mencolok antara tradisi masa pra Islam dengan era Islam. Tidak hanya dikalangan Islam, penggunaan kesenianpun kerap ditemui di penganut agama lainnya yang memiliki pandangan yang sama tentang bagaimana mencapai efektivitas dari syiar yang dilakukan,
Penggunaan Kesenian Bangklung yang berkembang di daerah Garut merupakan contoh lain dari penggunaan kesenian tersebut. Penggabungan alat musik Terbang dan Angklung membuat kesenian ini menjadi memiliki multi fungsi. Disamping sebagai alat hiburan juga memiliki fungsi untuk mennyampaikan pesan-pesan keagamaan
Bukan hanya syiar keagamaan, kesenian pun kerap kali dijadikan sebagai media penyampaian pesan-pesan pembangunan oleh pemeringah. Pengunaan calung khususnya di Jawa Barat kerap keli menjadi media yang efektif untuk menjembatani pemerintah dengan rakyat di dalam memahai proses pembangunan yang dilakukan. Tentunya penggunaan kesenian pun berlaku di daerah-daerah lainnya yanga tentunya memiliki keberagaman yang disesuaikan dengan keadaan daerahnya.
Tahun 1968 melalui SK Mentri tahun 082 angklung ditetapkan sebagai media pendidikan musik. SK ini sepertinya menunjukan perlakukan yang luar biasa terhadap angklung. (Sepengetahuan penulis belum ada alat musik yang dikukuhkan oleh surat keputusan setingkat mentri.) Hal-hal yang menjadi sandarana penetapan tersebut itu dapat dilihat dari nilai manfaat yang menyertai dari alat musik ini. Angklung dianggap sebagai alat musik yang memiliki dampak positif bagi perkembangan karakter orang yang memainkannya. kerjasama, saling memahami, kebersamaan merupakan nilai-nilai positif yang diakibatkan oleh alat musik ini disampin nilai-nilai positif lain yang akan dibahas pada bahasan yang lain.
Tahun 1938 Daeng Soetigna menjadikan alat musik yang awalnya hanya dimainkan oleh pengemis dan anak-anak menjadi alat musik yang pada akhirnya pada tahun 2010 ditetapkan oleh UNESCO sebagai warisan dunia. Walaupun didalam penetapan tersebut tidak disebutkan jenis angklung yang ditetapkan, namun secara prinsipil sumbangsih angklung yang bertangganada diatonis kromatis yang dikreasi oleh Daeng Soetigna memiliki andil yang sangat besar bagi penyebaran angklung ke seluruh penjuru dunia.
Apakah tujuan awal dari Daeng Soetigna di dalam mengkreasi alat musik angklung yang bertangganada diatonis kromatis tersebut?
Sebagai seorang guru, Daeng Soetigna mengalami kendala di dalam menyampaikan materi bahan ajarnya. Keterbatasan sarana pendukung saat itu membuat seorang Daeng Soetigna harus memutar otak agar apa yang diamanatkan kurikulum dapat tersampaikan. Tidak tahu apakah ekplorasi Daeng Soetigna ini mencakup alat musik lainnya, namun pada akhirnya Daeng Soetigna menggagas sekaligus mewujudkan angklung yang bertangganada diatonis kromatis, dan ternyata pada akhirnya angklung mampu memberikan dampak yang positif bagi tercapainya tujuan pembelajaran yang dilakukannya.
Di dalam mengajarkan angklung yang digagasnya Daeng Soetigna menerapkan prinsip 5 M (Murah, Mudah, Mendidik, Masal dan Meriah). Barangkali akan menjadi bahasan selanjutnya mengenai prinsip keseluruhan 5 M ini. Hal mana mengingat aspek yang dapat dikaji mengenai 5 M tersebut. Namun dalam kesempatan ini M untuk kata mendidik menjadi bagian yang menjadi sentral pembahasannya.
Daeng Soetigna menggagas angklung yang bertangganada diatonis kromatis pada mulanya adalah untuk mencari solusi agar tujuan pendidikan musik yang dilakukan pada anak didiknya dapat tercapai. Materi-materi pokok seperti notasi, tangganada, dinamis dan istilah musik lainnya merupakan tujuan utama yang harus dicari solusinya ditengah ketersediaan alat musik pada waktu itu yang tentunya didak cukup memadai.
Dari hal tersebut di atas dapat terindikasi bahwa angklung yang bertangganada diatoniskromatis tersebut dibuat dengan satu tujuan yaitu untuk melakukan pendidikan musik. Mengenalkan musik barat (sistem tonal) kepada anak didiknya dengan menggunakan angklung sebagai medianya. Tidak meliputi tujuan pendidikan karakater seperti yang tersurat dalam SK No. 082 tahun 1968 tersebut.
Pemilihanan angklung menjadi angklung melodi dan angklung pengiring merupakan indikasi lain dari tujuan pendidikan musik itu sendiri. Ditambah dengan adanya alat musik tambahan seperti kontra bas menjadikan sajian musik yang dimainkannya menjadi utuh.
Pada perkembangan selanjutnya ternyata bahwa angklung memiliki pengaruh yang posistif terhadap perkembangan karakter orang yang memainkannya yang kemudian dijadikan dasar penetapan SK penetapan angklung sebagai media pendidikan musik di sekolah mereupakan hal lain sebagai dampak dari tujuan pertama tersebut. (wallahualam)
Daeng Soetigna menggagas angklung yang bertangganada diatonis kromatis pada mulanya adalah untuk mencari solusi agar tujuan pendidikan musik yang dilakukan pada anak didiknya dapat tercapai. Materi-materi pokok seperti notasi, tangganada, dinamis dan istilah musik lainnya merupakan tujuan utama yang harus dicari solusinya ditengah ketersediaan alat musik pada waktu itu yang tentunya didak cukup memadai.
Dari hal tersebut di atas dapat terindikasi bahwa angklung yang bertangganada diatoniskromatis tersebut dibuat dengan satu tujuan yaitu untuk melakukan pendidikan musik. Mengenalkan musik barat (sistem tonal) kepada anak didiknya dengan menggunakan angklung sebagai medianya. Tidak meliputi tujuan pendidikan karakater seperti yang tersurat dalam SK No. 082 tahun 1968 tersebut.
Pemilihanan angklung menjadi angklung melodi dan angklung pengiring merupakan indikasi lain dari tujuan pendidikan musik itu sendiri. Ditambah dengan adanya alat musik tambahan seperti kontra bas menjadikan sajian musik yang dimainkannya menjadi utuh.
Pada perkembangan selanjutnya ternyata bahwa angklung memiliki pengaruh yang posistif terhadap perkembangan karakter orang yang memainkannya yang kemudian dijadikan dasar penetapan SK penetapan angklung sebagai media pendidikan musik di sekolah mereupakan hal lain sebagai dampak dari tujuan pertama tersebut. (wallahualam)
No comments:
Post a Comment